Meneladani Perjalanan Hidup Nabi Ibrahim dan Keluarganya

Meneladani Perjalanan Hidup Nabi Ibrahim dan Keluarganya | ada beberapa hal yang sangat penting dari perjalanan hidup nabi Ibrahim a.s, dan keluarganya yang patut kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah sebagai berikut:
 
Meneladani Perjalanan Hidup Nabi Ibrahim dan Keluarganya

1. Istiqomah dalam Beriman kepada Allah.

Kemantapan Nabi Ibrahim a.s, dapat teruji dalam meng-Esakan Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam, serta penolakannya terhadap segala macam bentuk kemusyrikan, baik berupa patung-patung, bintang-bintang, bulan dan matahari, bahkan segala sesuatu selain Allah SWT. Oleh karena itu, berkat kemantapan imannya kepada Allah, ia yakin bahwa Allah yang memberi petunjuk bagi kehidupannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Shaffat ayat 99: “dan Ibrahim berkata: “sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabb-ku, dan ia akan memberi petunjuk kepada ku”.
Maka sebagai umat Nabi Muhammad yang menjunjung nilai-nilai ketauhidan, pantas bagi kita untuk meneladani kemantapan iman Nabi Ibrahim untuk mempersekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun. Hal ini diperjelas di dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat: 123 “kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah ia termasuk orang-orang yang mepersekutukan Tuhan”.
 

2. Perhatian dan Keperdulian Terhadap Generasi Penerus Islam.

Sebagai hamba Allah, Nabi Ibrahim merasa sedih, resah dan gelisah, karena pada usia yang telah senja belum dikaruniai seorang anak yang akan mewarisi dan malanjutkan cita-cita dan perjuangannya. Meskipun demikian Nabi Ibrahim tidak pernah putus asa. Bahkan beliu selalu berdoa, “ya Tuhanku karuniakan kepadaku seorang yang shaleh”. Termaktub di dalam Al-Qura’an surat Al-Shaffat ayat 10.

Permintaan Nabi Ibrahim tentang anak ini sangat istimewa. Ia menginginkan anak yang sesuai dengan cita-cita perjuangannya, yakni anak yang shaleh, anak yang mempunyai kepribadian sebagai manusia berakhlaq, beriman dan bertaqwa pada Allah SWT.

Hal ini mengajarkan kepada kita untuk memberikan perhatian dan kepedulian terhadap generasi penerus perjuangan dakwah Islamiyah. Sehingga para orang tua harus mempunyai peran penting, untuk menyiapkan keturunan yang mantap imannya kepada Allah serta mulia akhlaknya. Tidak hanya itu, kita juga harus memperhatikan masyarakat di lingkungan kita. Karena lingkungan masyarakat mempengaruhi perilaku anak-anak kita.
 

3. Kecintaan dan Kepatuhannya kepada Allah SWT.

Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa berkat kesabaran, doa dan tidak putus asa terhadap ujian dari Allah SWT. Nabi Ibrahim yang telah berusia senja akhirnya dikabulkan doanya oleh Allah SWT. Melalui Siti Hajar, istri keduanya, Nabi Ibrahim a.s, dikaruniahi seorang putra yang diberi nama Ismail, si buah hati. Akan tetapi, belum lagi Ismail tumbuh dewasa, keimanan Nabi Ibrahim kembali diuji Allah SWT. Melalui mimpi, Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih Ismail. Terlintas dalam pikirannya, Ismail yang dibayangkan sebagai penerus perjuangannya, harus berakhir diujung pedangnnya sendiri. Orang tua manakah yang sanggup membayangkan tugas semacam itu?

Namun demikian, Nabi Ibrahim menempuh dengan cara-cara yang arif dan bijaksana, Ismail putra kesayangannya dipanggil untuk diperkenalkan pada hakikat hidup, cinta dan kebenaran. Dan Ismail mampu menangkap kegelisahan hati ayahnya. Kepada ayahnya, Ismail memilih kata yang tepat dalam menyatakan pendapat, dan diterangkan di dalam Al-Qur’an surat As Shaaffat ayat 102 yakni “Wahai ayahku, insya Allah engkau akan mendaptiku termasuk orang-orang yang sabar”. Hingga terbuktilah kecintaan dan kepatuhan Nabi Ibrahim a.s kepada Allah dan Allah menganti Nabi Ismail dengan seekor domba yang akhirnya domba itulah yang disembelih.

Hal yang perlu kita perhatikan pada saat ini ialah kita harus bersikap arif dan bijaksana atas setiap ujian yang datang dalam kehidupan kita. Bahkan peristiwa tersebut kita kenal dengan peristiwa qurban. Hal ini yang harus menjadi cerminan hidup kita dalam berkorban. Pengobanan sejati adalah pengobanan yang kita lakukan sebagai bukti kecintaan dan kepatuhan kita kepada Allah SWT, bukan semata karena pujian dari orang lain.

Dalam kehidupan bermasyarakat, nilai pengobanan ini harus selalu terwujud tidak hanya ketika akan hari raya Idul Adha saja. Akan tetapi terus lestari dalam setiap aktifitas sosial kita. Tentunya dengan cara berkorban harta, ilmu, dan tenaga, kepada saudara-saudara disekitar kita yang membutuhkan.
 

4. Tidak Menjadikan Syaitan sebagai Sahabat.

Pelajaran yang perlu kita ambil dari kehidupan Nabi Ibrahim dan keluarganya adalah tidak kompromi kepada syaitan dengan segala nilai-nilai kebatilan yang dihembuskan dan diajarkannya. Karena itu godaan syaitan harus dihalau dan tidak dituruti, bahkan syaitan harus kita jadikan sebagai musuh abadi yang selalu diwaspadai setiap saat dan tempat, karena itu dalam ibadah haji ada kewajiban melontar yang melambangkan permusuhan kepada syaitan, Allah SWT berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 208: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.

Hal ini mengajarkan kita untuk tetap istiqamah, tidak membenarkan yang salah dan menghalalkan yang haram. Contohnya adalah tindakan merampas hak orang lain, atau tindakan korupsi, itu merupakan perilaku syaitan yang menyesatkan dan berdampak kerugian bagi orang lain, dan jika dilakukan akan menambah tabungan dosa di akhirat kelak.
 

5. Kepatuhan dan Ketaatan Seorang Anak kepada Allah dan Orang Tuanya.

Kepatuhan dan ketaatan Nabi Ismail inilah yang harus tercermin oleh anak-anak pada zaman sekarang ini. Ia cinta kepada Allah dan cinta pula kepada kedua orang tuanya. Anak-anak zaman sekarang harus mampu berfikir bijak dan memiliki kesadaran diri yang tinggi. Ia paham bahwa ia hanya seorang anak yang dilahirkan dari rahim ibunya, dibesarkan, dibimbing, dan dirawat dengan penuh kasih sayang. Maka sebagai anak kita harus penuh bakti kepada kedua orang tua dan berperilaku sesuai ketentuan Allah SWT. Meneladani Perjalanan Hidup Nabi Ibrahim dan Keluarganya. Source: Buletin da’wah hidayah. Belajar Cinta & Ketaatan Nabi Ibrahim As. Edisi 276/3 dzulhijah 1433 H.